ReChARGE yOur SouL...

Wednesday, April 28, 2010

Guru, Pahlawan Bangsa yg Abadi

19 tahun yang lalu, awal dari pertemuanku dengan sosok-sosok pahlawanku, yah mereka guru-guru SMA yang menanamkan dan membuka pandanganku akan hal-hal yang baru dan asing bagi diriku. Aku masih ingat satu buku yg bersampul depan lilin kecil yang berisikan cerita cerita kehidupan, tidak tahu kenapa aku suka membaca kisah-kisah di buku itu, dan disitu aku mengenal lebih dalam akan kehidupan. Aku mengenal rumus-rumus matematika lebih jauh, mengenai bagaimana memakai mikroskop, sampai malah membuat pijamas, dan juga komputer. Ingat saat-saat harus bersembunyi pada saat ada razia rambut, dan aku selalu kena, karena bu guru sudah hafal, jadi saat ada razia, beliau sudah menantiku, jadi gimana pun aku sembunyi di perpustakaan dan di WC pun tidak akan luput, hilanglah rambut panjang itu, yang akhirnya sebagai pelampiasan masa SMA, saat kuliah rambut panjang itu sampai ke ke punggung. Ingat juga saat-saat satu kelas mencoba membolos dengan mengatakan listrik mati, dengan cara memutar lampu neon panjang, menggunakan bangku ditaruh diatas meja dan membuat 3 kelas semua mati lampu sehingga pulang cepat, tapi salahnya, satu ruangan kelupaan, ruangan bimbingan kelas lupa dimatikan, jadi saat sudah hampir di gerbang kelas, kita semua dipanggil dan kena deh hukuman. Juga saat-saat aku mencoba menyontek, tapi apa daya, baru mau buka kertas yang sudah digenggam, yang sebelumnya sudah diperkecil dengan fasilitas mesin photocopy yang berisikan rumus rumus Kimia NA, CL, H2, dan sebagainya yang dulu istilahnya deret kimia susah sekali dimengerti, hampir aku buka, eh tiba tiba sang guru kimia muncul dihadapan, dan menangkap teman sebangku yang ketahuan menyontek, kertasnya jatuh tepat di kaki sang guru, dan karena perhatian guru ke temanku, keringat dingin sudah jadi butir-butir bulat, tinggal menunggu semua baju jadi basah karena ketakutan, tangan menjadi beku, menutupi kertas yang akhirnya kertas itu diremas dan digenggam terus sampai ulangan selesai, nggak berani membuka kertas tersebut, hilanglah harapan menyontek, habislah semua hafalan, tapi anehnya ternyata nilai kimia saat itu dapat lumayan walau tidak jadi menyontek. Ingat juga masa-masa di laboratorium yang selalu bercanda, sang guru sudah mengingatkan jangan sampai cairan nanti terhirup, itu hanya ditiup, tapi karena bercanda, aku melihat seorang teman cewek, aku pura-pura mengembungkan mulut dan hendak meniup dengan ekpresi mata seperti orang mau pingsan, alhasil dia tertawa dan jadilah mulut yang sudah diposisi tabung itu terbuka dan karena ketawa terhiruplah gas, sehingga batuk-batuk dan perlu penanganan segera. Belum lagi ketika lari mengelilingi lapangan sepak bola, yang biasanya memang aku suka sekali dengan olah raga, tapi suatu kali temanku mengajak untuk memutar ke lapangan kecil, sehingga curang, tapi ternyata perasaan itu sangat dag-dig-dug, jadi untuk memutar satu putaran pun jadi lebih lama dan guru olahraga juga bertanya dari mana kamu kok keluar dari arah kiri bukan kanan, dengan bingung menjelaskan, bilang pura-pura tadi kecapaian dan istirahat sebentar, tetapi semenjak itu jera dan tidak mau berbuat lagi, memutar sekali menunggu lebih lama lagi, belum lagi rasa bersalah dan ketakutan. Belum lagi saat-saat dihukum harus tinggal di perpustakaan yang karena telat masuk sekolah, yah telat karena jalanan sedang diperbaiki, jadi saat itu yang telat juga bukan satu-dua orang tapi ada sekitar 10 orang lebih, tapi mau tidak mau harus mendekam di perputaskaan dan membaca, tapi karena banyak yang telat jadilah malah mengobrol. Masa-masa saat itu, lebih banyak aku mendengarkan apa yang diterangkan guru-guru di papan tulis, dan jarang sekali mencatatnya, jika diumumkan akan ada ulangan, maka saat saat itu, mulailah dengan rayuan manis kepada para siswi-siswi yang rajin mencatat untuk diperbolehkan mem-photocopy buku catatannya. Satu dua kali hal itu berjalan baik, sampai suatu saat ternyata nilai ulangan yang aku dapatkan selalu lebih baik dari yang punya catatan, dan berhentilah sang siswi meminjamkan lagi. Berusaha mencari siswi baik hati lagi, untuk mendapatkan catatan-catatan tersebut. Bisa aku katakan masa-masa itu masa pemberontakan dan pencarian jati diri, saat memasuki kelas 3 SMA, pandanganku sudah mulai lain, karena aku harus mencari uang untuk melanjutan kuliah, saat itu mulailah aku memberikan pelajaran tambahan ‘les’ kepada murid-murid SD dan SMP. Teringat saat itu dengan membuat kertas yang menawarkan jasaku, yang kemudian dengan sepeda, aku keliling menebarkan benih-benih kertas ini ke setiap rumah di sekitar lingkungan rumah, dan juga menggunakan jasa loper Koran, yang aku berikan uang 5000 rupiah saat itu untuk membantuku menyisipkan lembaran kertas itu ke setiap Koran. Alhasil aku dapatkan murid dari usahaku ini, murid pertamaku kelas 2 SD dan juga saudarinya yang masih TK. Saat-saat itu aku mulai terasa ternyata peran seorang guru itu susah sekali, dan saat itu aku mengajarkan 2 anak kecil ini sudah bingung bagaimana memulainya, aku memberikan apa yang aku dapatkan, mengajari bagaimana menulis, mengeja kepada yang masih TK, dan kepada yang kelas 2 SD, bagaimana menghitung yang cepat, dan semua itu akhirnya berjalan dengan sendirinya, dan mereka terbiasa dengan pelajaranku, dan juga aku ajarkan yang tidak diajarkan oleh guru sekolah, agar mereka bisa lebih banyak soal-soal berhitung, dan tidak terpaku sama kurikulum sekolah. Saat itulah aku merasakan begitu besar peran seorang guru, jika saat itu aku mengajarkan cara-cara yang salah, maka anak didik itu akan mempunyai dasar yang tidak kuat, dan itu akan mempengaruhinya nanti, disitu aku lebih ingat akan dasar-dasar pelajaran yang diajarkan guru-guruku, satu prinsip ekonomi yang aku ingat, saat seorang guru ekonomi menggunakan pisang sebagai alat peraganya, prinsip itu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya mendapatkan untung sebesar-besarnya, dan diibaratkan pisang itu telah busuk setengahnya, dan untuk menjadikan tetap bisa dijual, dipotong setengah dan dijual dan harganya dipotong setengah, itu lebih baik daripada dibuang. Semua dasar-dasar itu aku kenang, walau banyak rumus-rumus yang sudah aku lupakan, tapi prinsip, pribadi yang para guru perlihatkan telah benar-benar tumbuh dan berkembang pada diriku, dan itu yang ingin aku juga berikan kepada murid-murid les ku saat itu. Kesempatan ternyata datang lebih buatku, pengalaman untuk mengajar datang saat aku lulus kuliahan, saat aku sudah bekerja, pihak universitas memintaku untuk mengajar pelajaran untuk semester 7. Pikiranku saat itu hendak membagikan apa yang aku dapatkan, dan juga begitu besar peran seorang guru yang selalu aku ingat dari kecil, akhirnya aku terima peran sebagai dosen honorer. Bukan pekerjaan mudah ternyata, biasanya aku hanya menghadapi satu-dua murid, kali ini di ruangan kelasku sudah ada sekitar 20-an mahasiswa, dan mereka seumuran denganku, yang termuda mungkin hanya berbeda 2 tahun dari umurku, dan saat itu rasa grogi pun ada, apa yang aku harus tuliskan dan berikan kepada mereka. Untungnya, untuk pelajaran yang aku sukai, seperti matematika dan fisika, komputer serta kimia, aku selalu mencatatnya semenjak SMA, sehingga saat kuliahan itu sudah terbiasa, catatan-catatan penjelasan itu masih utuh tersimpan rapi. Sehingga saat aku mengajar, semua yang aku dapatkan aku bisa lanjutkan kepada para mahasiswa, sehingga ilmu itu terus berkembang. Berdiri di depan kelas, di hadapan para mahasiswa bukanlah suatu hal yang mudah, tetapi karena sudah di jaman perkuliahan itu akan lebih mudah dari pada di SMA, karena saat kuliahan mereka akan berpikir untuk belajar untuk mendapatkan hasil baik sehingga nanti mudah mencari kerja. Saat menjadi dosen itu aku menjelaskan hal ini, aku akan memberikan apa yang aku tahu, dan semoga ini berguna, dan terserah bagi kalian untuk mau mendengarkan dan mengerti serius atau hanya untuk mengejar nilai sks. Pandangan ini aku terapkan agar mereka sadar, karena saat kuliah, penjurusan adalah pilihan mereka, dan menjadi bekal mereka di dunia pekerjaan. Ternyata peran seorang guru dan dosen itu sangat besar, tidak mudah, dan jasa mereka itu tiada tara, memang mereka layak disebut pahlawan tanpa jasa, karena mereka selama bekerja juga menanamkan perhatian dan pendidikan, hasil kerja itu bukan hanya uang penghasilan bagi mereka, tapi juga benih pemahaman dan pendidikan bagi para murid-muridanya yang mana nantinya menjadi bekal bagi mereka di tingkat yang lebih tinggi serta di pekerjaannya. Saat ini, setelah 19 tahun aku mengenal mereka, kesempatan diberikan kami bisa bertemu kembali, memang beberapa guru pernah aku temui saat aku kembali datang ke sekolah 2 tahun lalu, saat itu aku menjumpai salah seorang guru fisika, yang ternyata setahun setelah pertemuan itu beliau meninggal, serta beberapa guru lain yang sudah pensiun. Saat ini aku bertemu dengan para guru wali kelasku, dari kelas 1 sampai 3 SMA, mereka masih setia mengajar, mereka masih memberikan apa yang mereka bisa berikan. Salah seorang guru, yang terus saling menyapa, kukenal beliau saat aku masuk SMA dan itu pun tahun pertama dia di SMA, sekian lama, dan berjumpa kembali kemarin. Aku ingat dengan style-nya memberikan ulangan, selalu hanya 1 atau 2 soal, dan membiarkan para murid menjelaskan pemikiran masing-masing, cukup unik dan itu menurutku membuat para murid tidak menghafal tapi harus mengerti. Kita berhubungan dengan email dan telepon, dan beliau mengenal lebih jauh diriku dari foto-foto humanis yang aku hasilkan, dan aku bahagia karena foto itu dipakainya untuk bahan mengajarnya. Dan aku masih ingat satu hal, satu foto Prambanan malam hari yang dimintanya menjadi ‘tanda perpisahan’ dari seorang guru Bahasa Indonesiaku yang pensiun, foto itu menjadi sangat berkesan bagiku, email itu berisikan ‘David, mohon maaf aku lupa memberi tahu, kalau aku mengambil foto Prambanan-mu untuk dijadikan kartu ucapan dari kami para guru untuk guru Bahasa yang akan pensiun’ Sebuah foto, yah hanya sebuah foto yang bisa aku berikan kepadanya, tapi yang dia berikan kepadaku tidak ternilai. Perjumpaanku kemarin sungguh mengagetkanku, saat teleponku berbunyi dan suara diujung itu berbicara, aku mengenalinya dan sepulang kantor aku pergi menjumpai mereka. Para guru yang kukenal datang ke Singapore untuk kunjungan pendidikan, study perbandingan dan melihat sistem pendidikan di Singapore, masih ada yang samar-samar mengingatku, “Ini siapa ya? Aku ingat wajahnya tapi lupa namanya” Wajahku masih teringat tapi namaku sudah pasti lupa karena begitu banyak murid, sedangkan aku yang hanya mempunyai beberapa guru, lupa akan nama mereka. “Vid, yah mungkin abis ini gilaranku yang pensiun”, dan satu guruku menyanggah, “Ah tidak kok Vid, dia masih muda”, dan dibantah lagi “Yah pensiun muda”. Usia mereka banyak yang akan memasuki masa pensiun, dalam hatiku, aku hendak berkata banyak terima kasih karena pengorbananmu dulu, memilih profesi guru tidaklah mudah, karena tanggung jawab yang besar, bagiku pendidikan adalah dasar penting suatu bangsa, dan engkau para Guru adalah pahlawan bangsa yang abadi. Dari bekal dirimulah seseorang bisa menjadi profesor, dokter, peneliti, menteri, usahawan, politikus sampai pemimpin suatu bangsa. Terima kasih atas jasa-jasamu yang tiada tara.

PILIHAN KARTINI

Dengan segenap kemampuan aku telah mengadakan persediaan untuk rumah Allahku, yakni emas untuk barang-barang emas, perak untuk barang-barang perak, tembaga untuk barang-barang tembaga, besi untuk barang-barang besi, dan kayu untuk barang-barang kayu, batu permata syoham dan permata tatahan, batu hitam dan batu permata yang berwarna-warna, dan segala macam batu mahal-mahal dan sangat banyak pualam. (1Taw 29:2) Bacaan : 1 Tawarikh 29:1-9 Kartini pernah ditawari beasiswa untuk bersekolah di negeri Belanda, tetapi batal demi menaati orangtuanya, yang menyuruhnya menikah dengan Bupati Rembang. Ia bisa saja meratapi nasib malangnya, tetapi ia mencoba melihat kepentingan yang lebih besar. Ia pun mengusulkan agar beasiswa itu dialihkan kepada Agus Salim, seorang pemuda Sumatra Barat. Sebuah pilihan menarik yang menunjukkan bahwa ia tidak lagi berpikir dalam lingkup Jawa, tetapi sudah dalam lingkup Indonesia. Ia memilih Agus Salim bukan berdasarkan latar sukunya, melainkan karena melihat potensi menjanjikan dalam diri pemuda itu. Dan, ia melakukannya jauh sebelum Boedi Oetomo berdiri! Dalam konteks yang agak berbeda, sikap Kartini mirip dengan kebesaran hati Daud. Ia rindu membangun Bait Allah, tetapi Tuhan tidak berkenan karena tangannya telah menumpahkan darah. Anaknyalah yang akan membangun bait itu. Daud juga bisa kecewa dan tidak lagi peduli pada pembangunan Bait Allah. Namun, oleh kasihnya kepada Allah, ia memikirkan jalan untuk mendukung pembangunan rumah Allah. Ia merancang bangunan Bait Allah itu dan mempersiapkan sebanyak mungkin bahan-bahan yang diperlukan. Sikap Daud ini mendorong bangsa Israel untuk turut memberikan persembahan sukarela. Sumbangsih mereka tentu sangat meringankan beban Salomo dalam memenuhi panggilannya. Impian pribadi kita bisa jadi kandas. Apakah kita akan terpuruk berputus asa? Ataukah kita tertantang untuk menemukan jalur alternatif guna tetap memberkati keluarga, gereja, masyarakat, dan bahkan bangsa kita? SEBUAH PINTU YANG TERTUTUP BUKAN BERARTI JALAN BUNTU TETAPI KESEMPATAN UNTUK MELIHAT PINTU LAIN TERBUKA ____________________________________________ 1 Tawarikh 29:1-9 29:1 Berkatalah raja Daud kepada segenap jemaah itu: "Salomo, anakku yang satu-satunya dipilih Allah adalah masih muda dan kurang berpengalaman, sedang pekerjaan ini besar, sebab bukanlah untuk manusia bait itu, melainkan untuk TUHAN Allah. 29:2 Dengan segenap kemampuan aku telah mengadakan persediaan untuk rumah Allahku, yakni emas untuk barang-barang emas, perak untuk barang-barang perak, tembaga untuk barang-barang tembaga, besi untuk barang-barang besi, dan kayu untuk barang-barang kayu, batu permata syoham dan permata tatahan, batu hitam dan batu permata yang berwarna-warna, dan segala macam batu mahal-mahal dan sangat banyak pualam. 29:3 Lagipula oleh karena cintaku kepada rumah Allahku, maka sebagai tambahan pada segala yang telah kusediakan bagi rumah kudus, aku dengan ini memberikan kepada rumah Allahku dari emas dan perak kepunyaanku sendiri 29:4 tiga ribu talenta emas dari emas Ofir dan tujuh ribu talenta perak murni untuk menyalut dinding ruangan, 29:5 yakni emas untuk barang-barang emas dan perak untuk barang-barang perak dan untuk segala yang dikerjakan oleh tukang-tukang. Maka siapakah pada hari ini yang rela memberikan persembahan kepada TUHAN?" 29:6 Lalu para kepala puak dan para kepala suku Israel dan para kepala pasukan seribu dan pasukan seratus dan para pemimpin pekerjaan untuk raja menyatakan kerelaannya. 29:7 Mereka menyerahkan untuk ibadah di rumah Allah lima ribu talenta emas dan sepuluh ribu dirham, sepuluh ribu talenta perak dan delapan belas ribu talenta tembaga serta seratus ribu talenta besi. 29:8 Siapa yang mempunyai batu permata menyerahkannya kepada Yehiel, orang Gerson itu, untuk perbendaharaan rumah TUHAN. 29:9 Bangsa itu bersukacita karena kerelaan mereka masing-masing, sebab dengan tulus hati mereka memberikan persembahan sukarela kepada TUHAN; juga raja Daud sangat bersukacit

CUKUP MEMAKAI SANDAL

Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah. (Rm 15:7) Bacaan : Roma 14 : 1- 12 Seorang raja berjalan kaki melihat keadaan negerinya. Di jalan, kakinya terluka karena terantuk batu. “Jalanan di negeriku amat buruk. Aku harus memperbaikinya,” begitu pikirnya. Maka, ia memerintahkan agar seluruh jalan di negerinya dilapisi dengan kulit sapi yang terbaik. Persiapan mengumpulkan sapi-sapi di seluruh negeri dilakukan. Di tengah kesibukan luar biasa itu, seorang pertapa menghadap raja dan berkata, “Wahai Paduka, mengapa Paduka mengorbankan sekian banyak kulit sapi untuk melapisi jalan-jalan negeri ini, padahal yang Paduka perlukan hanya dua potong kulit sapi untuk melapisi telapak kaki Paduka?” Konon sejak itu orang menemukan kulit pelapis telapak kaki, yaitu sandal. Jemaat di kota Roma heboh, karena pertikaian antarkelompok yang beradu tuntutan. Pihak yang satu menuntut yang lain “jangan menyantap makanan yang dipersembahkan kepada berhala” sambil menghakimi para pelanggarnya. Pihak yang lain balas menuntut lawannya agar bersikap lebih dewasa sambil menghinanya sebagai “si lemah iman”. Paulus menasihati mereka agar membalikkan arah tuntutan itu, dari pihak lain menuju ke diri sendiri. Alih-alih menuntut orang lain, kita mesti mengubah persepsi kita sendiri. Yaitu, menerima sesama sebagaimana Tuhan sudah menerima mereka. Manusia cenderung punya pengharapan yang berlebihan terhadap orang lain. Pengharapan itu bisa menjadi tuntutan, bahkan tuntutan yang tidak wajar lagi. Akibatnya, pertikaian heboh pun terjadi. Entah di rumah, di kantor, atau di gereja. Kita mau mengubah dunia, padahal yang kita perlukan adalah mengubah persepsi kita tentang dunia. MENYELESAIKAN PERSOALAN KERAP KALI BUKAN DENGAN MENUDING PIHAK LAIN MELAINKAN DENGAN MEMPERBAIKI PERSEPSI KITA SENDIRI ____________________________________________ Roma 14 : 1- 12 14:1 Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya. 14:2 Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja. 14:3 Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu. 14:4 Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri. 14:5 Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri. 14:6 Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah. 14:7 Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri. 14:8 Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. 14:9 Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup. 14:10 Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah. 14:11 Karena ada tertulis: "Demi Aku hidup, demikianlah firman Tuhan, semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku dan semua orang akan memuliakan Allah." 14:12 Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah.

S'MUA BAIK (story behind the song)

S'MUA BAIK (story behind the song) seperti di tulis oleh Julita Manik "Dari semula, t'lah Kau tetapkan.. hidupku dalam tanganMu, dalam rencanaMu Tuhan.. Rencana indah t'lah Kau siapkan.. bagi masa depanku yang penuh harapan..." "S'mua baik.....s'mua baik... apa yang t'lah Kau perbuat di dalam hidupku.. S'mua baik....sungguh teramat baik.. Kau jadikan hidupku berarti" Sebagai seorang songwriter lagu Kristiani, saya memberi nilai sangat tinggi untuk lagu ini. Bagi saya pribadi, lagu "Semua Baik" ini levelnya sama dengan lagu "Amazing Grace" (John Newton), "Still" (Reuben Morgan/ Hillsong), lagu yang so simple tapi membawa kepada dimensi hubungan yang sangat teramat dekat dengan Tuhan. Bagi saya lagu "Semua Baik" adalah lagu yang tak akan lekang oleh waktu. Dengan kata lain lagu yang tidak mengenal season. Generasi demi generasi akan mengucap syukur kepada Tuhan melalui lagu ini. Sing that God is good all the time. Apakah dalam hidup ini jarum jam sedang berada di angka 12 (di atas), atau sedang berada di angka 6 (di bawah), GOD IS GOOD. Tuhan tidak pernah merancangkan kecelakaan dalam hidup kita. Kuasa pengucapan syukur melalui lagu ini sangat luar biasa. Adalah mudah mengatakan 'semua baik' saat semua keadaan kita baik, tapi bagaimana saat mengalami yang tidak baik? Pasti tidak mudah mengatakannya. Tapi justru di saat itulah kekuatan yang dari Allah tercurah, memberi kita kemampuan untuk menjalani hidup ini, dan kelak, waktulah yang akan membuktikan bahwa 'benar...benar. ..Ia merancangkan damai sejahtera atas kita'. Teman sepelayanan saya mengalaminya. Bermula dari kesuksesan yang luar biasa dalam bisnis fashion retailnya. Toko-toko fashion lain di sekitarnya saat itu sangat iri melihat kesuksesan teman saya, sehingga banyak yang datang ke tokonya, pura-pura menjadi pembeli, hanya untuk melihat 'apa sih rahasianya, kok lebih rame dari yang lain ?'. Tapi kemudian, segala sesuatu tidak berjalan seperti yang direncanakan. Dagangannya mulai seret pembeli, begitu drastis terjadinya, sehingga teman saya ini benar-benar tidak siap menghadapinya. Singkat cerita tokonya pun harus ditutup, dan menyisakan begitu banyak hutang, dan stock yang menumpuk dan tidak tahu harus dijual kemana. Segala upaya dicoba, memberi discount, sale besar-besaran, dan berusaha menjual ke daerah-daerah lain, tapi tetap saja gagal. Dalam kegalauan hati, teman saya mencari Tuhan, tersungkur dalam doa-doanya. Mengapa Tuhan? Mengapa Tuhan? Teman saya bersaksi, tiba-tiba dalam kedukaannya ia digerakkan untuk menyanyikan "s'mua baik, smua baik apa yang t'lah Kau perbuat di dalam hidupku...". Airmata mengalir deras dan ia berserah kepada Tuhan, bahkan mengucap syukur atas segala yang tidak enak yang dialaminya. Tahun demi tahun yang berat berlalu, dan sekarang sebagai sahabatnya saya mau bersaksi kepada teman-teman. Tuhan tidak pernah meninggalkannya, dan Tuhan tidak pernah merancangkan kecelakaan kepadanya. Sekarang teman saya beralih profesi menjadi seorang desainer interior yang lagi sibuk menerima job order. Teman saya ini sampai kewalahan mengerjakan dan menerima berkat dari Tuhan. Semua baik, semua baik. Siapa di balik penciptaan lagu ini? Siapa orang yang luar biasa yang menciptakan lagu ini? Lagu "Semua Baik" diciptakan oleh Budi Haryanto dan Tommy 'One Way' Widodo. Nama yang terakhir mungkin teman-teman familiar, yah, karena Tommy adalah personel dari group band Kristen terkenal 'One Way'. Tapi siapakah Budi Haryanto? Budi sudah pulang ke Rumah Bapa, sehingga saya menggalinya dari co-partnernya, Tommy, dan juga dari istri Alm. Budi, yaitu Yani. Tulisan ini tidak menyertakan foto Tommy, karena Tommy lebih menonjolkan sisi Budi dalam penciptaan lagu ini. (Yang penasaran bisa lihat wajah Tommy di album One Way). Tommy menuturkan : "Kisah dibalik terciptanya lagu ini terjadi sekitar 18 tahun yang lalu. Bermula dari persahabatan saya dan Budi.Waktu itu kita sama-sama belajar musik di gereja dan mulai belajar melayani. Budi adalah anak pertama dari 5 bersaudara dari sebuah keluarga yang sangat sederhana. Hobinya main gitar dan bikin lagu. Dia seorang yang rajin dan setia melayani dimana saja, mulai dari komsel, persekutuan doa, sekolah minggu sampai acara-acara kebaktian, dia selalu pergi melayani ditemani sepedanya. Suatu hari Budi datang ke rumah membawa bagian chorus (refrain) lagu "Semua Baik" dan minta saya untuk membuat bagian verse (bait) nya. Akhirnya terciptalah lagu "Semua Baik" secara lengkap dalam waktu singkat karena inspirasi dariNya. Singkat cerita saya dan Budi berpisah karena saya harus sekolah ke luar kota . Beberapa waktu kemudian saya mendengar Budi sakit komplikasi dan kemudian meninggal dunia. Budi meninggalkan istri dan seorang anak yang tuna rungu. Dia tidak meninggalkan warisan apa-apa (kekayaan) buat mereka. Lagu "Semua Baik" direkam untuk yang pertama kali beberapa tahun kemudian, dalam album anak-anak bernama Revi, dan mulai dinyanyikan di banyak gereja. Sejak kematian Budi, lagu itu mengajar saya untuk selalu melihat kebaikan Tuhan. Budi dengan hidupnya yang sederhana dan penuh pergumulan, bahkan meskipun anaknya tuna rungu, dia bisa berkata lewat lagu ini bahwa semua yang Tuhan perbuat dalam hidupnya sangat baik. Saya berdoa melalui lagu ini kita semua bisa selalu melihat kebaikan Tuhan apapun yang terjadi dalam hidup kita. Amin. (Tommy) From the deepest heart of Budi's wife : Saya Yani, istri dari Alm.Budi Haryanto serta ibu dari Michael Ronaldo Setiabudi yang sekarang ini bersekolah di SLB-B Cimahi Bandung. Didalam setiap langkah-langkah hidup kami, Tuhan Yesus selalu hadir memimpin jalan hidup kami ini. Dengan kasih-Nya Tuhan membimbing kami dalam kebenaran untuk masuk dalam rencana serta kehendak Tuhan, kami mrnyadari betapa kebaikan Tuhan Yesus itu tidak bisa dikatakan juga dihitung karena terlalu banyaknya tapi bisa dirasakan. Segala yang Tuhan sudah buat adalah baik adanya, karena itu kami bersyukur atas karya Tuhan Yesus yang membuat segala sesuatunya indah pada waktunya, serta baik adanya. Segala yang kami alami Tuhan Yesus itu sangat-sangat baik untuk menjadikan kami semakin dekat dengan Bapa. Saya dan anak saya mengucapkan syukur, berterima kasih buat segala kebaikan serta pemeliharaan Tuhan Yesus atas hidup kami hingga saat ini. Waktu ini juga kami berterima kasih buat teman-teman yang sudah menolong baik dalam doa maupun sekolah anak kami, juga tak lupa kepada papi Daniel Alexander, Tommy Widodo yang sangat baik bagi kami serta Kel. Bp. Adi Mulyanto dimana sekarang ini kami tinggal bersama-sama. Tuhan Yesus memberkati. (Yani) Menurut Yani, Budi pulang ke rumah Bapa tanggal 12 April 2000, karena penyakit jantung. Sebelumnya, pada saat penyakit Budi semakin parah, Budi dan Yani harus berpisah karena keadaan. Budi menjalani terapi di Temanggung, dan Yani bekerja di Solo untuk membiayai keluarganya. Dua minggu sebelum meninggal, dalam pertemuan terakhir mereka, Budi yang sudah sangat kurus, hanya kulit yang membalut tulang, berpesan kepada Yani untuk tetap melayani Tuhan dengan setia. Satu kalimat Budi yang sangat diingat dan dipegang Yani adalah "kalaupun saya dipanggil Tuhan, Tuhan akan pelihara hidup kamu dan Michael". Michael masih berumur 4 tahun ketika papanya dipanggil Tuhan, dan 6 tahun kemudian, di tahun 2006, lagu "Semua Baik" sangat booming, dan memberkati banyak umat Tuhan dari berbagai denominasi. Yani juga merasakan berkat secara finansial dalam bentuk royalti, karena lagu ini banyak sekali direkam dalam berbagai album rohani. Seperti kata Tommy, Budi pergi tidak meninggalkan warisan kekayaan. Tapi masih ada satu warisan, yaitu sebuah lagu yang kelak menjadi berkat tidak hanya bagi Yani & Michael, tapi bagi banyak orang percaya, bahkan orang-orang yang tidak pernah dilihat oleh Budi. Seperti apa yang Budi janjikan pada Yani pada saat-saat terakhirnya, Tuhan menggenapi, bahwa Ia memelihara hidup Yani dan Michael. Sampai saat ini Yani tetap percaya bahwa Tuhan itu baik, tetap mengatakan semua baik di dalam Tuhan, dan semua indah pada waktuNya. Budi tidak sempat mendengarkan lagu ini direkam saat ia masih ada di muka bumi ini, tapi lagu ini bergerak cepat melangkah memberkati umat Tuhan, bahkan lebih dari yang Budi perkirakan. Lagu ini tidak hanya dapat dinyanyikan dalam bahasa Indonesia , juga telah ditranslate ke bahasa Jepang, dan Inggris. Zenbu ii Hajime kara mou keshiteita watashi no inochi kami no tenohirani utsukushii keikaku watashi no mirai hontou akarui reff : zenbu ii zenbu ii nandemo sarareru yo inochi no naka zenbu ii totemo ii inochi ni imi ga aru yo All Is Good You have planned all things from the beginning for all you'have prepared for me my life is in your hands oh Lord i trust that your plans are purposed for my good for all future full of hope and for abundant life reff : all is good, all is good everything that you have done in my life all is good,truly good i have meaning in my life because of You

BERSUNGUT-SUNGUT

Jadi mulailah mereka itu bertengkar dengan Musa, kata mereka: "Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum." Tetapi Musa berkata kepada mereka: "Mengapakah kamu bertengkar dengan aku?

Mengapakah kamu mencobai TUHAN?" (Kel 17:2)

Bacaan : Keluaran 17 : 1 - 7

Seorang pengemudi mobil kehilangan karcis parkir di sebuah mal. Akibatnya ia harus membayar denda Rp20.000,00. Karena jengkel, spontan ia memarahi petugas di loket parkir. “Ini pemerasan!” katanya. “Saya tidak akan ke sini lagi!” Setelah petugas menjelaskan bahwa ia hanya menjalankan ketentuan pihak pengelola, si pengemudi membayar juga. Namun, ia pulang dengan bersungut-sungut!

Kita bersungut-sungut ketika merasa terjebak dalam situasi yang tak dapat diubah. Umat Israel bersungut-sungut ketika mengalami krisis air, saat mengembara di padang gurun. Mereka merasa menjadi korban. Terjebak mengikuti pimpinan Tuhan. Musa pun menjadi sasaran kemarahan, karena ia juru bicara Tuhan. Padahal ia hanya meneruskan “ketentuan pihak pengelola” yakni Tuhan sendiri. Mereka menuduh, “Engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami!” (ayat 3). Jawab Musa, sungut-sungut mereka berarti mencobai Tuhan. Meragukan pimpinan-Nya. Gerutuan mereka tidak dibalas Musa dengan sungut-sungut juga. Alih-alih, Musa berseru-seru kepada Tuhan (ayat 4). Hasilnya? Tuhan mengirim air!

Kadang kita tak dapat mengubah situasi, tetapi kita dapat mengubah cara kita menghadapi situasi. Sikap menggerutu membuat situasi tambah runyam. Pimpinan Tuhan diragukan. Orang lain dikambinghitamkan. Bukankah lebih baik kita meniru Musa: berseru-seru pada Tuhan? Dengan mencurahkan isi hati kepada Tuhan, hati menjadi lega, Tuhan pun menawarkan solusi. Ingatlah, Tuhan bertindak bukan karena sungut-sungut umat, melainkan karena seruan Musa. Dengan berseru-seru, kita memiliki cara sehat dan kreatif ketika menghadapi jalan buntu.

DENGAN BERSUNGUT-SUNGUT, MUNCUL PERSOALAN

DENGAN BERSERU-SERU PADA TUHAN, MUNCUL PENYELESAIAN

____________________________________________

Keluaran 17 : 1 – 7

17:1 Kemudian berangkatlah segenap jemaah Israel dari padang gurun Sin, berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan, sesuai dengan titah TUHAN, lalu berkemahlah mereka di Rafidim, tetapi di sana tidak ada air untuk diminum bangsa itu.

17:2 Jadi mulailah mereka itu bertengkar dengan Musa, kata mereka: "Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum." Tetapi Musa berkata kepada mereka: "Mengapakah kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?"

17:3 Hauslah bangsa itu akan air di sana; bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?"

17:4 Lalu berseru-serulah Musa kepada TUHAN, katanya: "Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu!"

17:5 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Berjalanlah di depan bangsa itu dan bawalah beserta engkau beberapa orang dari antara para tua-tua Israel; bawalah juga di tanganmu tongkatmu yang kaupakai memukul sungai Nil dan pergilah.

17:6 Maka Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan keluar air, sehingga bangsa itu dapat minum." Demikianlah diperbuat Musa di depan mata tua-tua Israel.

17:7 Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?"