ReChARGE yOur SouL...

Wednesday, April 28, 2010

Guru, Pahlawan Bangsa yg Abadi

19 tahun yang lalu, awal dari pertemuanku dengan sosok-sosok pahlawanku, yah mereka guru-guru SMA yang menanamkan dan membuka pandanganku akan hal-hal yang baru dan asing bagi diriku. Aku masih ingat satu buku yg bersampul depan lilin kecil yang berisikan cerita cerita kehidupan, tidak tahu kenapa aku suka membaca kisah-kisah di buku itu, dan disitu aku mengenal lebih dalam akan kehidupan. Aku mengenal rumus-rumus matematika lebih jauh, mengenai bagaimana memakai mikroskop, sampai malah membuat pijamas, dan juga komputer. Ingat saat-saat harus bersembunyi pada saat ada razia rambut, dan aku selalu kena, karena bu guru sudah hafal, jadi saat ada razia, beliau sudah menantiku, jadi gimana pun aku sembunyi di perpustakaan dan di WC pun tidak akan luput, hilanglah rambut panjang itu, yang akhirnya sebagai pelampiasan masa SMA, saat kuliah rambut panjang itu sampai ke ke punggung. Ingat juga saat-saat satu kelas mencoba membolos dengan mengatakan listrik mati, dengan cara memutar lampu neon panjang, menggunakan bangku ditaruh diatas meja dan membuat 3 kelas semua mati lampu sehingga pulang cepat, tapi salahnya, satu ruangan kelupaan, ruangan bimbingan kelas lupa dimatikan, jadi saat sudah hampir di gerbang kelas, kita semua dipanggil dan kena deh hukuman. Juga saat-saat aku mencoba menyontek, tapi apa daya, baru mau buka kertas yang sudah digenggam, yang sebelumnya sudah diperkecil dengan fasilitas mesin photocopy yang berisikan rumus rumus Kimia NA, CL, H2, dan sebagainya yang dulu istilahnya deret kimia susah sekali dimengerti, hampir aku buka, eh tiba tiba sang guru kimia muncul dihadapan, dan menangkap teman sebangku yang ketahuan menyontek, kertasnya jatuh tepat di kaki sang guru, dan karena perhatian guru ke temanku, keringat dingin sudah jadi butir-butir bulat, tinggal menunggu semua baju jadi basah karena ketakutan, tangan menjadi beku, menutupi kertas yang akhirnya kertas itu diremas dan digenggam terus sampai ulangan selesai, nggak berani membuka kertas tersebut, hilanglah harapan menyontek, habislah semua hafalan, tapi anehnya ternyata nilai kimia saat itu dapat lumayan walau tidak jadi menyontek. Ingat juga masa-masa di laboratorium yang selalu bercanda, sang guru sudah mengingatkan jangan sampai cairan nanti terhirup, itu hanya ditiup, tapi karena bercanda, aku melihat seorang teman cewek, aku pura-pura mengembungkan mulut dan hendak meniup dengan ekpresi mata seperti orang mau pingsan, alhasil dia tertawa dan jadilah mulut yang sudah diposisi tabung itu terbuka dan karena ketawa terhiruplah gas, sehingga batuk-batuk dan perlu penanganan segera. Belum lagi ketika lari mengelilingi lapangan sepak bola, yang biasanya memang aku suka sekali dengan olah raga, tapi suatu kali temanku mengajak untuk memutar ke lapangan kecil, sehingga curang, tapi ternyata perasaan itu sangat dag-dig-dug, jadi untuk memutar satu putaran pun jadi lebih lama dan guru olahraga juga bertanya dari mana kamu kok keluar dari arah kiri bukan kanan, dengan bingung menjelaskan, bilang pura-pura tadi kecapaian dan istirahat sebentar, tetapi semenjak itu jera dan tidak mau berbuat lagi, memutar sekali menunggu lebih lama lagi, belum lagi rasa bersalah dan ketakutan. Belum lagi saat-saat dihukum harus tinggal di perpustakaan yang karena telat masuk sekolah, yah telat karena jalanan sedang diperbaiki, jadi saat itu yang telat juga bukan satu-dua orang tapi ada sekitar 10 orang lebih, tapi mau tidak mau harus mendekam di perputaskaan dan membaca, tapi karena banyak yang telat jadilah malah mengobrol. Masa-masa saat itu, lebih banyak aku mendengarkan apa yang diterangkan guru-guru di papan tulis, dan jarang sekali mencatatnya, jika diumumkan akan ada ulangan, maka saat saat itu, mulailah dengan rayuan manis kepada para siswi-siswi yang rajin mencatat untuk diperbolehkan mem-photocopy buku catatannya. Satu dua kali hal itu berjalan baik, sampai suatu saat ternyata nilai ulangan yang aku dapatkan selalu lebih baik dari yang punya catatan, dan berhentilah sang siswi meminjamkan lagi. Berusaha mencari siswi baik hati lagi, untuk mendapatkan catatan-catatan tersebut. Bisa aku katakan masa-masa itu masa pemberontakan dan pencarian jati diri, saat memasuki kelas 3 SMA, pandanganku sudah mulai lain, karena aku harus mencari uang untuk melanjutan kuliah, saat itu mulailah aku memberikan pelajaran tambahan ‘les’ kepada murid-murid SD dan SMP. Teringat saat itu dengan membuat kertas yang menawarkan jasaku, yang kemudian dengan sepeda, aku keliling menebarkan benih-benih kertas ini ke setiap rumah di sekitar lingkungan rumah, dan juga menggunakan jasa loper Koran, yang aku berikan uang 5000 rupiah saat itu untuk membantuku menyisipkan lembaran kertas itu ke setiap Koran. Alhasil aku dapatkan murid dari usahaku ini, murid pertamaku kelas 2 SD dan juga saudarinya yang masih TK. Saat-saat itu aku mulai terasa ternyata peran seorang guru itu susah sekali, dan saat itu aku mengajarkan 2 anak kecil ini sudah bingung bagaimana memulainya, aku memberikan apa yang aku dapatkan, mengajari bagaimana menulis, mengeja kepada yang masih TK, dan kepada yang kelas 2 SD, bagaimana menghitung yang cepat, dan semua itu akhirnya berjalan dengan sendirinya, dan mereka terbiasa dengan pelajaranku, dan juga aku ajarkan yang tidak diajarkan oleh guru sekolah, agar mereka bisa lebih banyak soal-soal berhitung, dan tidak terpaku sama kurikulum sekolah. Saat itulah aku merasakan begitu besar peran seorang guru, jika saat itu aku mengajarkan cara-cara yang salah, maka anak didik itu akan mempunyai dasar yang tidak kuat, dan itu akan mempengaruhinya nanti, disitu aku lebih ingat akan dasar-dasar pelajaran yang diajarkan guru-guruku, satu prinsip ekonomi yang aku ingat, saat seorang guru ekonomi menggunakan pisang sebagai alat peraganya, prinsip itu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya mendapatkan untung sebesar-besarnya, dan diibaratkan pisang itu telah busuk setengahnya, dan untuk menjadikan tetap bisa dijual, dipotong setengah dan dijual dan harganya dipotong setengah, itu lebih baik daripada dibuang. Semua dasar-dasar itu aku kenang, walau banyak rumus-rumus yang sudah aku lupakan, tapi prinsip, pribadi yang para guru perlihatkan telah benar-benar tumbuh dan berkembang pada diriku, dan itu yang ingin aku juga berikan kepada murid-murid les ku saat itu. Kesempatan ternyata datang lebih buatku, pengalaman untuk mengajar datang saat aku lulus kuliahan, saat aku sudah bekerja, pihak universitas memintaku untuk mengajar pelajaran untuk semester 7. Pikiranku saat itu hendak membagikan apa yang aku dapatkan, dan juga begitu besar peran seorang guru yang selalu aku ingat dari kecil, akhirnya aku terima peran sebagai dosen honorer. Bukan pekerjaan mudah ternyata, biasanya aku hanya menghadapi satu-dua murid, kali ini di ruangan kelasku sudah ada sekitar 20-an mahasiswa, dan mereka seumuran denganku, yang termuda mungkin hanya berbeda 2 tahun dari umurku, dan saat itu rasa grogi pun ada, apa yang aku harus tuliskan dan berikan kepada mereka. Untungnya, untuk pelajaran yang aku sukai, seperti matematika dan fisika, komputer serta kimia, aku selalu mencatatnya semenjak SMA, sehingga saat kuliahan itu sudah terbiasa, catatan-catatan penjelasan itu masih utuh tersimpan rapi. Sehingga saat aku mengajar, semua yang aku dapatkan aku bisa lanjutkan kepada para mahasiswa, sehingga ilmu itu terus berkembang. Berdiri di depan kelas, di hadapan para mahasiswa bukanlah suatu hal yang mudah, tetapi karena sudah di jaman perkuliahan itu akan lebih mudah dari pada di SMA, karena saat kuliahan mereka akan berpikir untuk belajar untuk mendapatkan hasil baik sehingga nanti mudah mencari kerja. Saat menjadi dosen itu aku menjelaskan hal ini, aku akan memberikan apa yang aku tahu, dan semoga ini berguna, dan terserah bagi kalian untuk mau mendengarkan dan mengerti serius atau hanya untuk mengejar nilai sks. Pandangan ini aku terapkan agar mereka sadar, karena saat kuliah, penjurusan adalah pilihan mereka, dan menjadi bekal mereka di dunia pekerjaan. Ternyata peran seorang guru dan dosen itu sangat besar, tidak mudah, dan jasa mereka itu tiada tara, memang mereka layak disebut pahlawan tanpa jasa, karena mereka selama bekerja juga menanamkan perhatian dan pendidikan, hasil kerja itu bukan hanya uang penghasilan bagi mereka, tapi juga benih pemahaman dan pendidikan bagi para murid-muridanya yang mana nantinya menjadi bekal bagi mereka di tingkat yang lebih tinggi serta di pekerjaannya. Saat ini, setelah 19 tahun aku mengenal mereka, kesempatan diberikan kami bisa bertemu kembali, memang beberapa guru pernah aku temui saat aku kembali datang ke sekolah 2 tahun lalu, saat itu aku menjumpai salah seorang guru fisika, yang ternyata setahun setelah pertemuan itu beliau meninggal, serta beberapa guru lain yang sudah pensiun. Saat ini aku bertemu dengan para guru wali kelasku, dari kelas 1 sampai 3 SMA, mereka masih setia mengajar, mereka masih memberikan apa yang mereka bisa berikan. Salah seorang guru, yang terus saling menyapa, kukenal beliau saat aku masuk SMA dan itu pun tahun pertama dia di SMA, sekian lama, dan berjumpa kembali kemarin. Aku ingat dengan style-nya memberikan ulangan, selalu hanya 1 atau 2 soal, dan membiarkan para murid menjelaskan pemikiran masing-masing, cukup unik dan itu menurutku membuat para murid tidak menghafal tapi harus mengerti. Kita berhubungan dengan email dan telepon, dan beliau mengenal lebih jauh diriku dari foto-foto humanis yang aku hasilkan, dan aku bahagia karena foto itu dipakainya untuk bahan mengajarnya. Dan aku masih ingat satu hal, satu foto Prambanan malam hari yang dimintanya menjadi ‘tanda perpisahan’ dari seorang guru Bahasa Indonesiaku yang pensiun, foto itu menjadi sangat berkesan bagiku, email itu berisikan ‘David, mohon maaf aku lupa memberi tahu, kalau aku mengambil foto Prambanan-mu untuk dijadikan kartu ucapan dari kami para guru untuk guru Bahasa yang akan pensiun’ Sebuah foto, yah hanya sebuah foto yang bisa aku berikan kepadanya, tapi yang dia berikan kepadaku tidak ternilai. Perjumpaanku kemarin sungguh mengagetkanku, saat teleponku berbunyi dan suara diujung itu berbicara, aku mengenalinya dan sepulang kantor aku pergi menjumpai mereka. Para guru yang kukenal datang ke Singapore untuk kunjungan pendidikan, study perbandingan dan melihat sistem pendidikan di Singapore, masih ada yang samar-samar mengingatku, “Ini siapa ya? Aku ingat wajahnya tapi lupa namanya” Wajahku masih teringat tapi namaku sudah pasti lupa karena begitu banyak murid, sedangkan aku yang hanya mempunyai beberapa guru, lupa akan nama mereka. “Vid, yah mungkin abis ini gilaranku yang pensiun”, dan satu guruku menyanggah, “Ah tidak kok Vid, dia masih muda”, dan dibantah lagi “Yah pensiun muda”. Usia mereka banyak yang akan memasuki masa pensiun, dalam hatiku, aku hendak berkata banyak terima kasih karena pengorbananmu dulu, memilih profesi guru tidaklah mudah, karena tanggung jawab yang besar, bagiku pendidikan adalah dasar penting suatu bangsa, dan engkau para Guru adalah pahlawan bangsa yang abadi. Dari bekal dirimulah seseorang bisa menjadi profesor, dokter, peneliti, menteri, usahawan, politikus sampai pemimpin suatu bangsa. Terima kasih atas jasa-jasamu yang tiada tara.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home