Matius Si Pemungut Cukai
Ayat bacaan: Matius 9:9 ====================== "Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia." Mana yang lebih menyenangkan, beraksi panggung di depan banyak penonton atau segelintir? Jika anda seorang musisi, rasanya pilihan akan jatuh kepada banyak penonton. Ada banyak artis baik dalam dan luar negeri yang pernah saya wawancarai akan sangat termotivasi dan bertambah semangatnya ketika tampil di depan banyak orang. Apalagi jika mereka tahu lagu-lagu yang dibawakan dan bernyanyi bersama. Tapi kemarin saya mendapatkan sesuatu yang lain dari yang lain. Ada musisi yang saya kenal tampil di sebuah restoran hotel bersama dua orang rekannya. Saya ada di sana karena saya punya janji untuk bertemu dengannya. Mereka main cuma untuk menghibur sedikit sekali pengunjung restoran. Itupun hampir tidak ada tanggapan sama sekali dari pengunjung, karena mereka sibuk makan malam dan berbincang-bincang dengan keluarga atau rekan semeja. Tapi ketiga musisi ini terus main. Mereka tidak mempedulikan hal itu sama sekali, mereka tetap tampil memberikan yang terbaik, ada atau tidak tepukan atau mata yang melihat mereka. Padahal mereka cukup terkenal dan jelas punya skill di atas rata-rata. Ketika saya tanyakan, teman musisi ini berkata bahwa tugas mereka adalah menghibur. Ada atau tidak ada penonton, mereka memang ditugaskan untuk itu, dan mereka pun melakukannya dengan sebaik mungkin. "Ada saatnya banyak penonton, dan kami suka itu, tapi ada saatnya kami dicuekin, ya tidak apa-apa, kami tetap main dengan baik kan?" katanya sambil tertawa. Seperti itulah gambaran di dunia musik. Ada musisi yang menyadari misi mereka yang sesungguhnya, tapi ada pula yang hanya mau bermain di depan banyak orang dan menolak main jika penontonnya tidak sebanyak yang ia harapkan. Dalam dunia pelayanan hal ini pun bisa terjadi. Ada orang yang tidak mau mengeluarkan kemampuan terbaik ketika yang dilayani mungkin hanya satu orang. Buang-buang waktu saja rasanya melayani hanya satu orang. Apalagi jika kita menganggap bahwa orang itu begitu berdosa, begitu hina dan menurut kita tidak ada apa-apa lagi yang bisa diharapkan daripada mereka karena dosanya sudah begitu keterlaluan besarnya. Padahal Tuhan tidak pernah mengajarkan demikian. Satu orang bertobat, seisi surga bersukacita. Kita akan lihat ayatnya sebentar lagi. Tapi sebelum itu, mari kita lihat keteladanan yang ditunjukkan oleh Yesus Kristus sendiri. Yesus tidak pernah membeda-bedakan jumlah dalam pelayananNya di muka bumi ini. Baik di depan ribuan orang, maupun hanya satu orang, Dia selalu memberi yang terbaik dan meluangkan waktuNya sepenuhnya. Salah satu kisah mengenai Matius saya angkat hari ini. Matius awalnya bukanlah orang yang baik di mata masyarakat. Profesinya adalah sebagai pemungut cukai. Artinya ia bekerja untuk kepentingan Roma, bangsa penjajah. Pemungut cukai digolongkan ke dalam orang berdosa pada masa itu dan dikucilkan masyarakat karena dianggap musuh. Pada suatu hari langkah Yesus membawaNya bertemu dengan Matius."Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia." (Matius 9:9). Yesus tidak melewatkan Matius begitu saja. Ia hanya seorang, dan ia orang berdosa, ia adalah musuh. Yesus tidak melewatinya tapi malah menghampiri Matius dan mengajaknya ikut. Matius memilih untuk berdiri dan mengikut Yesus. Sebuah pilihan yang sangat tepat. Lalu Yesus pun makan di rumah Matius. Lihatlah saat itu ternyata kedatangan Yesus berkunjung ke rumah Matius terdengar oleh pemungut cukai dan orang-orang berdosa di mata masyarakat lainnya. Mereka pun berbondong-bondong datang. Dari satu kemudian berkembang menjadi banyak. Orang Farisi pun kaget melihat itu dan segera bertanya kepada para murid, "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (ay 11). Yesus ternyata mendengar itu dan kemudian berkata: "Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ay 12-13). Dokter tugasnya menyembuhkan orang sakit, biar satu orang sekalipun, kalau sakit tentu diobati bukan? Demikian pula kata Yesus, bahwa tugasNya ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan orang-orang berdosa. Meski hanya satu jiwa saja, itupun berharga bagiNya. Kita tahu apa yang terjadi kemudian. Matius bertobat dan menjadi murid Yesus. Tidak hanya murid biasa, tapi ia pun termasuk dalam satu dari empat penulis Injil yang bisa kita baca hingga hari ini. Itu semua bermula ketika Yesus tidak memandang jumlah dan mau repot-repot mengurusi satu orang saja. Mari kita lihat dua perumpamaan diberikan Yesus mengenai ini. Pertama dalam perumpamaan tentang domba yang hilang. "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?" (Lukas 15:4). Jika satu domba hilang, tidakkah si gembala mau kembali ke padang gurun untuk mencari dombanya? Mungkin tersesat, mungkin celaka, dan mereka pasti rela kembali mencari untuk menyelamatkan dombanya. Demikian pula Yesus. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (ay 7). Meski hanya satu orang bertobat, sukacita di surga pun akan terjadi. Lalu mari kita lanjutkan dengan perumpamaan tentang dirham yang hilang. "Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan." (ay 8-9). Satu dirham (uang perak) hilang, tentu akan dicari, meski masih ada 9 uang perak lagi yang tidak hilang. Yesus kemudian menyimpulkan, "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (ay 10). Satu orang bertobat, seluruh malaikat pun akan bersorak sorai. Tidak harus seratus, seribu, sejuta, tapi satu saja sudah membuat seisi surga bersorak gembira. Satu jiwa sangat berharga di mata Allah. Sudahkah kita rela untuk meluangkan waktu dan kesibukan kita untuk melayani satu orang saja? Menjadi terang dan garam bagi dunia tentu menjadi impian semua anak-anak Tuhan, tapi menjadi terang dan garam bagi satu orang pun tidak kurang pentingnya. Jika kita bisa mempertanggungjawabkan satu orang, Tuhan pasti akan melipatgandakannya kelak. Tapi berapapun jumlahnya, yang penting adalah kerinduan hati kita untuk melihat ada jiwa yang diselamatkan. Saat ini dunia penuh dengan "orang-orang sakit", jiwa terhilang dan tidak tahu jalan pulang. Mereka sungguh membutuhkan perhatian dan pelayanan kita. Berapapun jumlahnya, satu orang sekalipun, janganlah kita membiarkan mereka putus pengharapan dan merasa terabaikan. Sebab satu orang sekalipun sangatlah berharga bagi Tuhan. Satu orang bertobat, seisi surga bersukacita
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home