ReChARGE yOur SouL...

Sunday, November 15, 2009

Anak Kecil Pemilik Roti dan Ikan

Ayat bacaan: Yohanes 6:9 ==================== "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?" Kepolosan dan keluguan anak kecil memang luar biasa. Ketika mereka berkata mereka punya cita-cita tinggi, menjadi dokter, pilot dan sebagainya, mereka tidak pernah dipengaruhi oleh logika-logika yang biasanya dimiliki orang dewasa mengenai mungkin dan tidaknya hal itu terjadi. Wajar ketika seorang teman pada suatu ketika tertawa melihat reaksi anak kecil seperti ini dan berkata bahwa mereka belum tahu bagaimana pahitnya hidup sehingga bisa semudah itu bercita-cita. Tapi justru keluguan anak-anak ini yang diminta Yesus sendiri untuk kita teladani. Kita bisa belajar dari mereka yang belum terkontaminasi berbagai logika dan pikiran manusiawi yang seringkali justru menghambat kita dalam mencapai keberhasilan. Kemarin kita sudah melihat bagaimana Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan lima ribu pria belum termasuk wanita dan anak-anak bahkan menyisakan dua belas bakul penuh roti dan ikan. Kita melihat bagaimana Tuhan bisa memakai sesuatu yang mungkin tidak berarti besar bagi kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Dari mana roti dan ikan itu berasal? Dalam Injil Markus memang tidak disebutkan dari mana asalnya. Namun Injil Yohanes menuliskan dari mana ikan itu berasal, yaitu dari seorang anak kecil. "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan." (Yohanes 6:9). Mari kita lihat kronologi peristiwa itu yang tercatat dari versi pengamatan Yohanes. Pada saat itu menurut Injil Yohanes, dikatakan bahwa Yesus menanyakan kepada Filipus bagaimana untuk memberi makanan untuk seluruh orang yang berkumpul mendengar pengajaran Yesus. "Jawab Filipus kepada-Nya: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." (ay 7). Filipus satu dari murid Yesus yang hadir disana melihat kemustahilan untuk bisa memberi makan demikian banyak orang dengan uang yang mereka miliki sesuai dengan logika manusianya. Lalu diantara murid-murid itu, seorang murid lain bernama Andreas, saudara simon Petrus ternyata bergerak melihat sekelilingnya, dan ia mendapatkan seorang anak yang memiliki bekal lima roti dan dua ikan. Maka ia pun berkata "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?". (ay 9). Andreas mencari dan melihat bahwa ada lima roti dan dua ikan yang dimiliki oleh seorang anak kecil. Tapi mana mungkin itu cukup? Andreas pesimis dengan apa yang ia dapatkan. Bagaimana reaksi anak kecil itu sendiri? Dari apa yang kita baca selanjutnya, kita tidak mendapati penolakan dari si anak. Tampaknya anak kecil itu dengan sukarela memberikan apa yang ia miliki. Lalu Yesus pun mengucap syukur atas roti dan ikan, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang. Luar biasa, jumlah bekal yang kecil itu cukup untuk mengenyangkan semua orang disana bahkan berlebih. Anak kecil itu tidak pernah kita ketahui namanya. Kita tidak tahu siapa dia. Tapi meski demikian, ia tercatat dalam Alkitab yang masih bisa kita baca sampai hari ini. Semua berawal dari iman dan kerelaannya untuk memberi. Kita bisa belajar dari reaksi si anak. Jelas bahwa apa yang ia miliki secara kemampuan daya pikir kita tidak akan cukup untuk memberi makan 5000 orang lebih. Tapi ia tidak menolak sama sekali. Meski ketika Andreas menyatakan keraguannya akan jumlah yang sedikit itu. Si anak kecil tidak menjadi pesimis waktu apa yang ia miliki disepelekan Andreas. Ia bisa saja berkata "ya sudah, kalau memang tidak cukup, saya makan sendiri saja.. biar bagaimana ini kan punya saya.." Anak kecil itu bisa menolak, apalagi ketika apa yang ia miliki tidak dihargai sepenuhnya oleh Andreas. Tapi tidak, ia tidak melakukan hal itu. Si anak juga bisa saja berkata, "Yesus, jika Engkau memang benar Tuhan, kenapa tidak turunkan saja makanan dari langit? Kenapa harus mengambil bekalku?" Tapi itu pun tidak ia lakukan. Apa yang ia lakukan adalah dengan sukarela, tanpa banyak tanya, tanpa protes sedikitpun, memberikan seluruh bekalnya kepada Yesus. Inilah bentuk iman yang luar biasa, lebih daripada apa yang dimiliki para murid Yesus sendiri. Apa yang ia miliki, meski hanya sedikit, ditambah kerelaannya untuk menyerahkan itu semua kepada Tuhan akhirnya bisa memberkati banyak orang secara luar biasa. Yesus selalu meminta kita untuk belajar dari anak kecil. Jangan pernah sepelekan mereka, tapi belajarlah dari iman mereka yang polos dan tulus, tanpa pretensi apa-apa, tanpa mengharapkan imbalan dan lainnya. Demikian firman Tuhan: "Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 18:10). Sikap iman seperti anak-anak kecil inilah yang berkenan di hadapan Tuhan. Tuhan Yesus juga berkata "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." (Markus 10:15). Ini berbicara mengenai kepolosan dan ketulusan seorang anak kecil yang tidak dipengaruhi oleh keraguan, kecurigaan, ketidakpercayaan atau bentuk-bentuk pikiran lainnya. Disamping itu, kita pun melihat bahwa anak kecil itu tidak meminta penghargaan apapun atas pemberiannya. Ia bisa saja sombong bahwa semua mukjizat itu sebenarnya berawal dari miliknya, tapi ia pun tidak melakukan itu. Dia tidak berpikir untuk bermegah dan mencuri kemuliaan yang menjadi milik Tuhan. Maka mengenai sikap seperti ini kelak Yesus mengatakan "Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga." (Matius 18:4). Seperti itu pula hendaknya kita seharusnya dalam menyambut Kerajaan Allah. Kita harus menyelidiki dan memeriksa apa talenta kita yang telah dianugerahkan Tuhan, mengucap syukurlah atas itu dan serahkan ke dalam tangan Tuhan dengan kepercayaan penuh. Maka Tuhan pun mampu memakai itu semua untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Tidak perlu malu untuk belajar dari anak kecil. Ketika kita orang dewasa sudah terkontaminasi oleh berbagai hal yang bisa melemahkan iman kita, mari berkaca kepada kepolosan anak-anak kecil yang belum terpengaruh oleh itu semua. Iman yang polos dan murni, iman yang tidak terguncang oleh apapun, iman yang percaya sepenuhnya tanpa keraguan dan pertanyaan, itulah yang diinginkan Tuhan untuk dimiliki anak-anakNya. Jangan sedikitpun meragukan kemampuan Tuhan, jangan sedikitpun merasa bahwa kita tidak cukup banyak dibekali Tuhan untuk sukses. Jangan belum apa-apa sudah merasa rendah diri bahwa apa yang kita miliki tidak berharga, tidak akan bermanfaat dan tidak akan cukup untuk bisa berbuat sesuatu. Ingatlah bahwa Tuhan bisa memakai apapun yang ada pada kita, meski bagi kita terlihat kecil sekalipun, untuk melakukan karyaNya yang besar jika kita menyerahkan itu semua ke dalam tanganNya. Bagaimana iman kita, bagaimana kerelaan kita, bagaimana sikap kita dalam mempersembahkan milik kita, itulah yang menyenangkan hati Tuhan dan akan dipakaiNya secara luar biasa.

Belajarlah dari kepolosan dan keluguan anak kecil

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home